Raden Saleh (l. 1811/1813—w. 1880) merupakan
pelukis muslim pertama Indonesia yang lebih dikenal sebagai Bapak Seni Lukis
Indonesia. Tidak sedikit karya beliau yang menginspirasi kalangan seniman
dewasa ini. Bahkan, sejumlah penyair menggunakan referensi sisi hidup Raden
Saleh sebagai khazanah dalam berpuisi. Pada awalnya,
Raden Saleh adalah pelukis potret yang dibanjiri para pelanggan dari kalangan
elite dan bangsawan. Sebab, mutu lukisan Saleh dapat memenuhi selera para
petinggi di kala itu. Di antaranya potret Herman Willem Daendels (1838), mandor
pembangunan Jalan Raya Pos Anyer—Panarukan; lukisan potret Van den Bosch
(1836), mobilisator cultuurstelsel di Jawa setelah Perang Dipenogoro usai; dan
potret Jean Chretien Baud (1835). Setelah merasa jenuh dengan lukisan potret,
ia beralih ke dunia pelukisan sekitar hewan, manusia (berlatar Jawa), dan perburuan.
Tulisannya lebih banyak terdapat dalam surat yang
dilayangkan kepada teman-temannya. Di situlah
pandangan dan ekspresi Raden Saleh dapat diketahui. Salah satunya, adalah
kritik terhadap pelukis Eropa yang tertuang dalam sebuah surat. Kritik
ini diungkapkan Raden Saleh dalam suratnya kepada Baud yang berbunyi:
“Sebab ini kampf en gevecht orang darie Europa
djarang jang bisa bikin sebap ada lain dia poenja ingettan; djadie saja ada
oentoeng sebap saja orang dari Aziea”. (Krauss, 2004: 7)
Terjemahan bebas oleh Dahris Siregar:
“Para pelukis Eropa tidak terlalu terampil dalam
menciptakan pemandangan perburuan dan pertarungan binatang. Mereka tidak
memiliki pengalaman batin. Di sini saya merasa bahagia menjadi seorang Asia.”
Kritiknya ini menunjukkan sikapnya sebagai
berikut:
1. Kesadaran Nasionalisme.
Dalam petikan ungkapan Raden Saleh di atas, menunjukkan bahwa bangsa Asia lebih memiliki bakat naturalisme ketimbang bangsa Eropa (tak mengherankan mengingat Indonesia adalah archipelago yang subur akan flora dan faunanya). Oleh sebab itu, sejumlah karyanya menunjukkan gambaran tentang imitasi alam. Di antaranya, perburuan banteng di Prianger (dilukisnya tahun 1840). Lukisan ini diklaim sebagai lukisan perdananya yang kental dengan latar ke-Jawa-an. Selain itu, lukisannya ihwal perburuan singa juga kental dengan suasana naturalisme. Perlu dicatat bahwa pelukis Eropa saat itu lebih dominan pada lukisan potret, maka kritik Raden Saleh di atas cukup beralasan.
Dalam petikan ungkapan Raden Saleh di atas, menunjukkan bahwa bangsa Asia lebih memiliki bakat naturalisme ketimbang bangsa Eropa (tak mengherankan mengingat Indonesia adalah archipelago yang subur akan flora dan faunanya). Oleh sebab itu, sejumlah karyanya menunjukkan gambaran tentang imitasi alam. Di antaranya, perburuan banteng di Prianger (dilukisnya tahun 1840). Lukisan ini diklaim sebagai lukisan perdananya yang kental dengan latar ke-Jawa-an. Selain itu, lukisannya ihwal perburuan singa juga kental dengan suasana naturalisme. Perlu dicatat bahwa pelukis Eropa saat itu lebih dominan pada lukisan potret, maka kritik Raden Saleh di atas cukup beralasan.
2. Perlawanan terhadap Kolonialisme.
Kritiknya di atas juga dapat diartikan sebagai salah satu sikap perlawanan terhadap kolonialisme Belanda terhadap tanah airnya. Meskipun Raden Saleh menghabiskan sebagian hidupnya di Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), namun keresahan terhadap sistem kolonial Belanda tercermin dalam karyanya. Argumen ini didukung dengan lukisannya mengenai penangkapan Pangeran Dipenogoro (1857) yang menggambarkan berakhirnya Java Orloog/perang Jawa (1825 s.d. 1830), ketika Sang Pangeran terkena “jebakan dusta” General Marcus de Kock.
Kritiknya di atas juga dapat diartikan sebagai salah satu sikap perlawanan terhadap kolonialisme Belanda terhadap tanah airnya. Meskipun Raden Saleh menghabiskan sebagian hidupnya di Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), namun keresahan terhadap sistem kolonial Belanda tercermin dalam karyanya. Argumen ini didukung dengan lukisannya mengenai penangkapan Pangeran Dipenogoro (1857) yang menggambarkan berakhirnya Java Orloog/perang Jawa (1825 s.d. 1830), ketika Sang Pangeran terkena “jebakan dusta” General Marcus de Kock.
Surau, 31 Januari 2014
Lukisan R. Saleh
"Penangkapan Pangeran Dipenogoro" (1857)
Gunung Merapi di Malam Hari
Landscape Musim Dingin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar