Atas
kesaksian para Nabi
yang
membimbing jalan sunyi
jiwanya
adalah tauhid yang memancar bagai matahari
alam
semesta yang gelap pun diterangi
watakmu
yang suci adalah rahmat bagi kami:
dengan
risalahnya ia terangi langit-langit ruhani
dalam
nubuatnya bermekaran kuntum mawar yang wangi
menebar
harum kasih-Nya yang azali
bagai
kelopak teratai yang terurai
Ia
lindungi umatnya seperti perisai
aku
mengembara mendalami ayat-Mu yang suci
ketika
awan mendung dan hutan-hutan meranggas sunyi
sementara
kicau burung tak lagi bernyanyi
seperti
dulu mereka bersahut-sahutan saat penyair menulis elegi
aku
menjemput dengan sujud di bawah telapak kaki
kusaksikan
bintang-gemintang beredar di lelangit yang tinggi
tanpa
tiang penyangga Ia jadikan mereka mengangkasa berdiri
sedang
rembulan tampak malu menunjukkan diri
saat
rombongan kafilah berjalan di jantung gurun Gobi
dan
ribuan langkah yang telah mereka lalui
tak
memberikan kekuatan yang juga mencukupi
terkadang
dalam kegelapan cahaya-Mu dapat ditemui
bagai
pelita di goa sunyi
dan
saat itu matahari seperti terbit di malam hari
sebab
Ia teguhkan petunjuk saat kita berdiri
seperti
para pemuda yang terbangun dalam goa Kahfi
dan
Engkau tetap memberikan energi
bagi
para wali dan aulia yang menempuh jalan sunyi
menuju
hakikat perjalanan ruhani
meskipun pada awalnya
Engkau telah
mempersiapkan bumi bagi umat manusia
semenjak Adam masih
dilena surga
Ia hamparkan pepohon
dan rerumput hijau
permadani bagi burung-burung
yang berkicau
dan gunung-gemunung
berbaring damai
seumpama raksasa tidur
yang nyenyak terkulai
di saat surga
mengalirkan mata air Salsabil
bumi telah melahirkan
anak sungai Nil
tak ubahnya duplikat
surga
segalanya tumbuh di
sana:
Engkau ciptakan kehidupan
yang jauh berbeda
ketika reranting
melahirkan dedaunan muda
sebelum berganti usia
dan berubah warna
persis seperti hidup
yang takkan abadi
sekalipun kita mencoba
bersembunyi
dari maut yang akrab
sejak dini
dan menjadikan bebuahan
mengkal dan ranum
di antara kuntum bunga
yang bermekaran harum
entah, mengapa Hawa
lebih memilih menggigit Kuldi
dibanding mencium wangi
Kesturi
sehingga mereka
dicampakkan
ke dunia fana yang
penuh kehinaan
pada akhirnya jiwa
anak-cucu Adam berjalan di atas bebukit
daratan yang penuh
penyakit dan pohon-pohon berbuah pahit
padang dan gurun asing
dengan pohon-pohon
gersang meranggas kering
dan curah hujan yang
tajam bagai ribuan anak panah
menenggelamkan
permukiman mereka seperti air bah
Wahai
Sang Pencipta,
ke mana perginya awan
dan lelangit biru
yang menjadi atap di
taman kami yang baru
Engkau tiupkan ruh ke
dalam pohonan, bebungaan, dan hewan-hewan
untuk senantiasa
berdzikir kepada-Mu
jauh sebelum mereka
berbondong menuju bahtera Nuh
di saat perut bumi terisi
air penuh
kusaksikan bumi yang Engkau
ciptakan dulu seperti mutiara
kini bagai lumpur
memendam permata
lantaran sebagian
manusia tak mengerti hakikat penciptaan
sehingga mereka mengabaikan
keindahan cinta yang
Engkau hadiahkan dan
rahmat dari ikhtilaf
yang Engkau berikan.
Maka, Hajar Aswad pun makin hitam oleh dosa anak-cucu Adam.
Kemudian, ada yang
menangis saat sebidang tanah
menjelma segunung
sampah
sebab
semesta takkan lagi mampu kokoh berdiri
seperti
saat diciptakan pertama kali
mungkin bila kebun
bunga dan padang kurma itu lenyap dan pergi
maka kisah keledai dan
burung takkan terdengar lagi.
Lauh al-Mahfuzh adalah induk seluruh kalam
di
sanalah kebenaran sejati bersemayam
seperti
tercatat dalam Qur’an, sebagai firman-Nya
bagi
umat manusia hingga akhir zaman
dan
bukti bahwa zat-Nya senantiasa tegak berdiri
yang
cahaya-Nya memancar bagai kobaran api.
15
Nopember 2013