CAFE BUDAYA GEMA FAJAR

Sabtu, 22 Maret 2014

INDUK SELURUH KALAM

 
Atas kesaksian para Nabi
yang membimbing jalan sunyi
jiwanya adalah tauhid yang memancar bagai matahari
alam semesta yang gelap pun diterangi
watakmu yang suci adalah rahmat bagi kami:
dengan risalahnya ia terangi langit-langit ruhani
dalam nubuatnya bermekaran kuntum mawar yang wangi
menebar harum kasih-Nya yang azali
bagai kelopak teratai yang terurai
Ia lindungi umatnya seperti perisai
aku mengembara mendalami ayat-Mu yang suci
ketika awan mendung dan hutan-hutan meranggas sunyi
sementara kicau burung tak lagi bernyanyi
seperti dulu mereka bersahut-sahutan saat penyair menulis elegi
aku menjemput dengan sujud di bawah telapak kaki
kusaksikan bintang-gemintang beredar di lelangit yang tinggi
tanpa tiang penyangga Ia jadikan mereka mengangkasa berdiri
sedang rembulan tampak malu menunjukkan diri
saat rombongan kafilah berjalan di jantung gurun Gobi
dan ribuan langkah yang telah mereka lalui
tak memberikan kekuatan yang juga mencukupi
terkadang dalam kegelapan cahaya-Mu dapat ditemui
bagai pelita di goa sunyi
dan saat itu matahari seperti terbit di malam hari
sebab Ia teguhkan petunjuk saat kita berdiri
seperti para pemuda yang terbangun dalam goa Kahfi
dan Engkau tetap memberikan energi
bagi para wali dan aulia yang menempuh jalan sunyi
menuju hakikat perjalanan ruhani
meskipun pada awalnya
Engkau telah mempersiapkan bumi bagi umat manusia
semenjak Adam masih dilena surga
Ia hamparkan pepohon dan rerumput hijau
permadani bagi burung-burung yang berkicau
dan gunung-gemunung berbaring damai
seumpama raksasa tidur yang nyenyak terkulai
di saat surga mengalirkan mata air Salsabil
bumi telah melahirkan anak sungai Nil
tak ubahnya duplikat surga
segalanya tumbuh di sana:
Engkau ciptakan kehidupan yang jauh berbeda
ketika reranting melahirkan dedaunan muda
sebelum berganti usia dan berubah warna
persis seperti hidup yang takkan abadi
sekalipun kita mencoba bersembunyi
dari maut yang akrab sejak dini
dan menjadikan bebuahan mengkal dan ranum
di antara kuntum bunga yang bermekaran harum
entah, mengapa Hawa lebih memilih menggigit Kuldi
dibanding mencium wangi Kesturi
sehingga mereka dicampakkan
ke dunia fana yang penuh kehinaan
pada akhirnya jiwa anak-cucu Adam berjalan di atas bebukit
daratan yang penuh penyakit dan pohon-pohon berbuah pahit
padang dan gurun asing
dengan pohon-pohon gersang meranggas kering
dan curah hujan yang tajam bagai ribuan anak panah
menenggelamkan permukiman mereka seperti air bah
Wahai Sang Pencipta,
ke mana perginya awan dan lelangit biru
yang menjadi atap di taman kami yang baru
Engkau tiupkan ruh ke dalam pohonan, bebungaan, dan hewan-hewan
untuk senantiasa berdzikir kepada-Mu
jauh sebelum mereka berbondong menuju bahtera Nuh
di saat perut bumi terisi air penuh
kusaksikan bumi yang Engkau ciptakan dulu seperti mutiara
kini bagai lumpur memendam permata
lantaran sebagian manusia tak mengerti hakikat penciptaan
sehingga mereka mengabaikan keindahan cinta yang
Engkau hadiahkan dan
rahmat dari ikhtilaf yang Engkau berikan.
Maka, Hajar Aswad pun makin hitam oleh dosa anak-cucu Adam.
Kemudian, ada yang menangis saat sebidang tanah
menjelma segunung sampah
sebab semesta takkan lagi mampu kokoh berdiri
seperti saat diciptakan pertama kali
mungkin bila kebun bunga dan padang kurma itu lenyap dan pergi
maka kisah keledai dan burung takkan terdengar lagi.
Lauh al-Mahfuzh adalah induk seluruh kalam
di sanalah kebenaran sejati bersemayam
seperti tercatat dalam Qur’an, sebagai firman-Nya
bagi umat manusia hingga akhir zaman
dan bukti bahwa zat-Nya senantiasa tegak berdiri
yang cahaya-Nya memancar bagai kobaran api.

15 Nopember 2013
Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates