Di antara bunyi mercon dan petasan yang gempita,
di sini terdapat
kesunyian yang mendera.
Namun setidaknya makan malam telah tersedia
dan sisa-sisa hujan masih mengembun di jendela
sementara, aku masih
tertegun dan terjaga.
Dengan gaun hitam transparan ia kemudian telentang
matanya yang biru tertuju
pada jam yang berdentang
dan dadaku
sesak, dipesiangi tengkuknya yang wangi parfum
maka jantungku berderak,
lantaran buah dadanya nyembul
bagai
mangga yang sudah ranum
dan
tampak jelas saat kaubergolek di atas permadani Qum.
Kemudian gaunnya basah oleh peluh
sementara kristal-kristal
keringat di keningnya tampak meluluh.
Kini, kau dan aku terjaga
bagai Adam dan Eva,
seusai melakukan ritual purba
yang menyisakan
kenang dalam matamu yang banal
tapi bagimu, akulah yang bocah nakal.
Kuharap segalanya kauingat, Lady,
meski kelak kita bakal
sendiri setelah awal Januari,
karena pertemuan tidak hanya
terjadi secara jasmani
terlebih
mulutmu makin berbau Brandy.
“Bawalah aku ke duniamu”, katamu menggoda.
Tapi mengapa kau rayu aku dengan kelakar tentang maut yang menyiksa
sementara aku lebih senang pada dataran tinggi,
hamparan Savana,
dan kebun Lily sambil merajut mimpi.
Entah, kini aku masih berbaring di atas sofamu
sambil mencermati kisahmu di masa lalu
kutemukan perempuan sepi yang gagal
mencabut duri
dalam wajahnya yang
kadang muram kadang berseri
tapi, katamu kauinginkan aku,
sebagai
pelepas rindu
pada kekasih yang
tewas di kampung halamanmu.
Bogor, akhir 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar