CAFE BUDAYA GEMA FAJAR

Sabtu, 22 Maret 2014

PERPISAHAN PADA IDUL FITRI (1)



Kita duduk lagi di beranda depan
seperti saat kusematkan cincin pinangan
pada jemarimu yang berbalut satin
bagai sepasang raja atau ratu di atas puadai pengantin
dan jemari kita pun bergamitan
melepas rindu yang dulu tertahankan,
lalu mengekal dalam kelopak melati yang bermekaran.

Lantas kukumpulkan serpihan emas murni
pada cinta kita yang kini luntur oleh pertikaian
dan tengah sekarat dalam prahara yang sulit diterjemahkan
kemudian kelopak melati itu pun layu
tak sabar sudah lama menanti
hingga ia terkulai dan berjatuhan mati.

Lalu kau mengajakku cepat-cepat makan
dengan dalih merayakan hari kemenangan
namun setelah kusadari,
ternyata itu caramu untuk mengusirku pergi
sebab saat itu,
kulihat raut wajahmu tidak lagi asri
senyummu tampak terpaksa
matamu enggan menatapku lama-lama
tiada lagi candaan dan tawa
yang menghiasai cengkerama kita
seperti dulu saat di depan beranda.
Berkali-kali pula kau tampak mual
saat melihatku berlama-lama di sana.

padahal aku membawa rembulan di siang itu
agar kau dan anak kita tak segan duduk di pangkuan imamnya
untuk membasmi gelisah
dan menghancurkan ombak hingga terpecah belah
Sementara, kulihat anakku memandang ayahnya
di antara celah keranjang serta mainan kuda tunggangan
ia coba menafsirkan sebuah perkara
dengan menatap sayu dan berdiam lesu
mungkin ia tak lagi menangkap kehangatan seperti dulu
saat ayah dan ibunya berbarengan memeluknya
saat ibu dan ayahnya mencium pipi kiri dan kanannya

lalu si ayah beranjak pulang,
sedang si anak berharap ayahnya datang kembali
membawa rembulan itu ke pangkuannya lagi.


Bogor, 27 Juli 2013
Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates