Buat Raden Syafa Siti Shafaria
Ke danau itu, siang tadi, kau dan aku berjalan di antara pohonan yang
tampak pucat sebelum hujan kembali turun membasahi
daun-daunnya yang meranggas. Di langit, ribuan anak panah Artemis
melesat dan menjelma gerimis.
Seketika gemuruhnya memecah risau dan lenyap ke dasar danau.
Di tengah danau itu, selepas matahari pergi, kita bercerita tentang
spesies terakhir yang
menjelma menjadi diri kita berdua. Dan
ketika bibir kita bersatu, derai hujan berlabuh di dadaku.
Di pohon itu, di antara danau dan hutan perdu, ketika kuhempas
tubuhmu di batangnya untuk bersandar, dan mengecup bibirmu yang bergetar,
seketika api rindu pun berkobar. Saat itu,
cahaya matahari berpindah ke matamu. Di sana, kulihat surga memancar, dan
buahnya menjelma sepasang matamu.
Februari, 2015
Ke danau itu, siang tadi, kau dan aku berjalan di antara pohonan yang
tampak pucat sebelum hujan kembali turun membasahi
daun-daunnya yang meranggas. Di langit, ribuan anak panah Artemis
melesat dan menjelma gerimis.
Seketika gemuruhnya memecah risau dan lenyap ke dasar danau.
Di tengah danau itu, selepas matahari pergi, kita bercerita tentang
spesies terakhir yang
menjelma menjadi diri kita berdua. Dan
ketika bibir kita bersatu, derai hujan berlabuh di dadaku.
Di pohon itu, di antara danau dan hutan perdu, ketika kuhempas
tubuhmu di batangnya untuk bersandar, dan mengecup bibirmu yang bergetar,
seketika api rindu pun berkobar. Saat itu,
cahaya matahari berpindah ke matamu. Di sana, kulihat surga memancar, dan
buahnya menjelma sepasang matamu.
Februari, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar